1. Sistem
urinaria
Sistem urinari terdiri atas :
-
Ginjal, mengeluarkan sekret urine
-
Ureter, menyalurkan urine dari ginjal ke
kandung kencing
-
Kandung kencing, bekerja sebagai penampung
-
Uretra, mengeluarkan urine dari kandung
kencing
Ø Ginjal
Terletak
pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan
kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, di belakang
peritoneum, dan karena itu di luar rongga peritoneum. Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki banyak ruang di sebelah kanan.
Setiap ginjal panjangnya 6-7,5 cm dan tebal 1,5-2,5 cm. Pada orang dewasa
beratnya kira-kira 140 gram.
Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan
air, konsentrasi garam dalam darah, keseimbangan asam-basa darah, serta
ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.
Sekresi urine dan mekanisme fungsi ginjal
Gromelurus
adalah saringan. Setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500 cc
plasma mengalir melalui semua glomerulus dan sekitar 100 cc (10%) disaring
keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda halus lainnya
diisaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembusi pori
saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah.
Cairan
yang disaring, yaitu filtrat glomerulus, kemudian mengalir melalui tubula
renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan
meninggalkan yang tidak diperlukan. Dengan mengubah-ubah jumlah yang diserap
atau ditinggalkan dalam tubula, sel dapat mengatur susunan urine di satu sisi dan
susunan darah di sisi sebaliknya. Dalam keadaan normal semua glukosa diabsorpsi
kembali; air sebagian besar diabsorpsi kembali, kebanyakan produk buangan
dikeluarkan. Dalam keadaan tertentu tubula menambah bahan pada urine. Sekresi
terdiri atas tiga faktor, yaitu filtrasi glomrulus, reabsorpsi tubula, sekresi
tubula
Besar daya selektif sel tubula jika
dibandingkan dengan jumlah yang disaring glomerulus setiap hari dengan jumlah
yang biasanya dikeluarkan ke dalam urine
Air 150 liter (s), 1,5 liter (k)
Garam 700 gr (s), 1,5 gr (k)
Glukosa 170 gr (s), 0 gr (k)
Urea 50 gr (s), 30 gr (k)
Nb : (s)=disaring, (k)=dikeluarkan
Tes fungsi ginjal
1. Tes
protein (albumin)
Bila ada kerusakan pada glomerulus atau
tubula, protein dapat masuk ke urine.
2. Tes
konsentrasi urea darah
Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum,
ureum darah naik di atas kadar normal 20-40 mg/ccm darah. Ini bukan tes yang
sangat peka karena filtrasi glomerulus harus menurun sebanyak 50% sebelum
kenaikan kadar urea darah
3. Tes
konsentrasi
Dilarang makan/minum selama 12 jam untuk
melihat sampai berapa tinggi berat jenis naik
Ø Ureter
Terdapat
2 ureter berupa 2 pipa saluran yang masing-masing bersambung dengan ginjal dan
dari ginjal berjalan ke kandung kencing. Tebal setiap ureter kira-kira setebal
tangkai bulu angsa dan panjangnya 35-40 cm.
Ø Kandung
kencing
Bekerja
sebagai penampang urine; berbentuk buah pir (kendi). Letaknya di dalam panggul
besar, di depan isi lainnya, dan di belakang simfisis pubis. Pada bayi letaknya
lebih tinggi. Dinding kandung kencing terdiri atas :
1. Sebuah
lapisan serus sebelah luar
2. Lapisan
berotot
3. Lapisan
submukosa
4. Lapisan
mukosa dari epitelium transisional
Ø Uretra
Sebuah
saluran yang berjalan dari leher kandung kencing ke lubang luar; dilapisi
membran mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kencing.
Ø Mikturisi
Adalah
peristiwa pembuangan urine. Keingian membuang air kencing disebabkan penambahan
tekanan di dalam kandung kencing yang disebabkan oleh isi urine di dalamnya.
Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml air kencing.
Ciri-ciri
urine yang normal
- Jumlahnya
rata-rata 1-2 liter/hari (bisa berbeda sesuai jumlah cairan yang dimasukkan)
- Warnanya
bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi adakalanya jonjot lendir tipis tampak
terapung di dalamnya.
- Baunya
tajam
- Reaksinya
sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6
-
Berat jenis berkisar dari 1010-1025
Komposisi
urine normal
Terdiri
atas air, urea, dan natrium klorida. Air 96% dan benda padat 4% (terdiri atas
urea 2% dan produk metabolik lain 2%)
2. Anatomi
dan fisiologi kulit
Merupakan
organ tubuh yang menutupi lapisan tubuh yang mempunyai peran utama sebagai
proteksi terhadap stimulus dari luar. Kulit juga merupakan organ paling besar
yaitu sekitar 15-20% dari berat badan. Kulit manusia tersusun atas 3 lapisan
yaitu lapisan epidermis, dermis, dan subkutan.
Kulit
berperan penting dalam perlindungan terhadap ancaman dari luar tubuh,
homeostatis, sensasi, pengaturan suhu, keseimbangan cairan, produksi vitamin D,
respons imun, dan fungsi komunikasi.
Epidermis
Merupakan
lapisan tipis pada bagian terluar kulit dan yang langsung berhubungan dengan
dunia luar. Epidermis mempunyai 5 lapisan.
5
lapisan epidermis
1. Stratum
korneum (lapisan paling luar), terdiri atas lapisan sel tanduk, gepeng, kering,
dan tidak berinti.
2. Stratum
lusidum, sebagai bantalan dan proteksi trauma. Ditemukan pada kulit yang tebal,
seperti di telapak tangan dan telapak kaki. Terdiri atas sel yang sangat gepeng
dan bening.
3. Stratum
granulosum, merupakan lapisan-lapisan dengan sel-sel yang bergranula
keratohialin yang merupakan prekursor pembentukan keratin. Bekerja sebagai
proteksi benda asing, kuman, dan bahan kimia yang masuk dalam tubuh
4. Stratum
spinosum, sebagai lapisan sel spina/tanduk. Berfungsi untuk menahan gesekan dan
tekanan dari luar.
5. Stratum
germinativum/stratum basalis (lapisan dasar epidermis), mempunyai inti sel
sehingga dapat terjadi pembelahan sel yang cepat dan sel-sel baru di dorong
masuk ke lapisan berikutnya.
Dermis
Lebih
tebal, sekitar 1-4 mm berada di bawah epidermis. Tersusun atas fibroblas,
makrofag, mast sel, dan limfosit untuk meningkatkan penyembuahan luka. Lapisan
ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu,
1. Papila
dermis
Mengandung lebih banyak
kolagen, pembuluh darah, kelenjar keringat, dan elastin yang berhubungan
langsung dengan epidermis.
2. Retikular
dermis
Mengandung jaringan ikat
yang lebih tebal, sel-sel fibrosa, sel histiosit, pembuluh darah, pembuluh
getah bening, saraf, kelenjar sebasea, sel lemak, dan otot penegak rambut.
Lapisan
Subkutaneus
Merupakan lapisan khusus dari
jaringan konektif atau disebut lapisan adiposa karena mengandung lemak.
Fungsinya adalah untuk simpanan lemak, pencegahan trauma, dan pengaturan suhu.
Bagian pelengkap kulit
yaitu, rambut, kuku, kelenjar (keringat, sebasea, mamae). Kulit normal manusia
bervariasi,
1.
Warna (tergantung ras)
Kulit hitam = orang
keturunan negro
Kuning/putih = orang eropa
Sawo matang/cokelat = orang
asia
Berwarna kekuningan :
kelainan hati
Pucat : anemia/kekurangan
oksigen
Kebiruan : kurangnya
sirkulasi darah
Kemerahan : meningkatnya
vaskularisasi karena stres/perdarahan bawah kulit
2.
Temperatur/suhu
Suhu kulit normal adalah
hangat. Area perifer mungkin lebih dingin (tangan/kaki)/di area yang terdapat
vasokonstriksi pembuluh darah
3. Kelembapan,
Kulit normal berada di
antara kering dan lembap. Kulit yang kering dan bersisik terjadi pada pasien
hiperglikemia dan gagal ginjal kronis. Pada area tertentu (seperti
aksila/telapak tangan) kulit dapat lebih lembap.
4. Tekstur
kulit normal bertekstur
elestis dan lembut, namun pada telapak tangan, kaki lebih kaku dan keras. Kulit
yang kurang elastis/turgor kulit berkurang dialami pada penderita dehidrasi dan
hipotonus.
5. Bau
Kulit normal, tidak berbau.
Namun pada aksila atau daerah kelamin menimbulkan bau badan
Masalah-masalah yang
berhubungan dengan integritas kulit
1. Perubahan
pigmentasi kulit, terjadi karena perubahan produksi melanin.
2. Perubahan
warna kulit, terjadi karena variasi respons perubahan kondisi dalam tubuh.
Adanya perdarahan di bawah kulit dalam jumlah kecil menimbulkan kemerahan/eritema.
Jika kondisi tubuh kekurangan oksigen dan menurunnya kadar hemoglobin, maka
aliran darah akan melambat dan menimbulkan sianosis/kebiruan.
3. Lesi
kulit, kelainan bentuk kulit pada area tertentu. Berbentuk bulat, menonjol atau
datar, ukuran bervariasi dan isinya dapat berupa air, pus, atau jaringan padat.
4. Luka,
kerusakan jaringan normal, di mana kulit atau membran mikosa mengalami
kerusakan sampai dengan jaringan bagian dalam.
Faktor-faktor
yang memengaruhi integritas kulit
1. Keadaan
sirkulasi darah
2. Nutrisi
3. Pola
hidup dan kebiasaan
4. Alergi
5. Infeksi
6. Trauma
3. Proses
eliminasi sisa metabolisme/urine
Urine diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml/menit, teapi dapt
bervariasi 0,5-2 ml/menit. Aliran urine masuk ke kandung kemih dikontrol oleh
gelombang peristaltik yang terjadi setiap 10-150 detik. Aktivitas saraf
parasimpatis meningkatkan frekuensi peristaltik dan stimulasi simpatis
menurunkan frekuensi. Banyaknya aliran urine pada uretra dipengaruhi oleh
adanya refleks uretrorenal. Refleks ini diaktifkan oleh adanya obstruksi karena
konstriksi ureter dan juga konstriksi arterior aferen yang berakibat pada
penurunan produksi urine, demikian juga pada obstruksi ureter karena batu
ureter.
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf dari pelvis, baik
sensoris maupun motorik. Pengaktifan saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi
dari otot detrusor. Normalnya, sfingter interna pada leher kendung kemih
berkontraksi dan akan relaksasi ketika otot kandung kemih berkontraksi.
Sementara itu, sfingter eksterna dikontrol berdasarkan kesadaran (volunter) dan
dipersarafi oleh nervus pudendal yang merupakan serat saraf somatik.
Refleks berkemih dimulai ketika terjadi pengisian kandung
kemih. Jika ada 30-50 ml urine, maka terjadi peningkatan tekanan pada dinding
kandung kemih. Makin banyak urine yang terkumpul, makin besar pula tekanannya.
Peningkatan tekanan akan menimbulkan refleks peregangan oleh reseptor regang
sensoris pada dinding kandung kemih kemudian dihantarkan ke medula spinalis
segmen sakralis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali
lagi ke kandung kemih untuk menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi.
Siklus ini terus berulang sampai kandung kemih mencapai
kontraksi yang kuat, kemudian refleks akan melemah dan menghilang sehingga
refleks berkemih berhenti. Hal ini menyebabkan kandung kemih berelaksasi.
Sementara itu, jika terjadi kontraksi yang kuat, maka akan menstimulasi nervus
pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika penghambatan sinyal
konstriktor volunter ke sfingter eksterna di otak kuat, maka terjadilah proses
berkemih.
Proses berkemih jika dikontrol oleh saraf pusat. Ketika
terjadi rangsangan peregangan pada dinding otot detrusor akibat adanya
pengisian urine di kandung kemih, melalui serat saraf sensoris di nervus pelvis
stimulus tersebut dihantarkan ke hipotalamus. Dari hipotalamus kemudian
dihantarkan ke korteks serebri, selanjutnya korteks serebri merespons dengan
mengirimkan sinyal ke sfingter interna dan eksterna untuk relaksasi sehingga
pengeluaran urine terjadi. Proses berkemih juga difasilitasi oleh kontraksi
dinding abdomen dengan meningkatkan tekanan dalam kandung kemih sehingga
mengakibatkan urine masuk ke leher kandung kemih dan menimbulkan refleks
berkemih. Tidak semua urine dapat dikeluarkan dalam berkemih. Masih dapat
tersisa urine residu sekitar 10 ml.
4. Proses
eliminasi sisa pencernaan/fekal
Proses ini sering didebut
proses defekasi. Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa
metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan
melalui anus. Proses defekasi terjadi dua macam refleks :
1.
Refleks defekasi intrinsik
Berawal dari feses yang
masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan
rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah
feses sampai di anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka
terjadilah drfekasi.
2.
Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum
akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke medula spinal (spinal
cord). Dari jaras spinal kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid, dan
rektum yang menyebabkan intesifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal,
maka terjadilah defekasi.
Feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan
diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot
femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya
7-10 liter/24 jam. Jenis gas terbanyak adalah CO, metana, H2S, O2, dan nitogen.
Feses terdiri atas 75% air dan 24% materi padat. Feses normal
berwarna cokelat karena pengaruh sterkobilin, morbilin, dan aktivitas bakteri.
Bau khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya lembek namun
berbentuk.
Karakteristik Feses
Karakteristik
|
Normal
|
Perubahan
|
Kemungkinan Penyebab
|
Warna
|
Kuning kecokelatan
|
Abu-abu atau putih
|
Obstruksi
atau tidak ada bilirubin
|
|
|
kehijauan
|
Infeksi
|
Hitam atau seperti teer
|
Perdarahan
GI atas
|
||
Pucat
|
Malabsorpsi
lemak
|
||
Merah
|
Perdarahan
GI bawah
|
||
Konsistensi
|
Lembek, lunak, dan berbentuk
|
Keras, kering, cair, tidak berbentuk
|
Peristaltik
lemah, obstruksi usus, dehidrasi, iritasi, menurunnya absorpsi air
|
Bau
|
Khas feses
|
Bau busuk
|
Infeksi,
darah dalam feses
|
Jumlah
|
Tergantung intake dan diet
|
Banyak atau besar
|
Malabsorpsi
lemak
|
Isi
|
Sisa makanan, bekteri mati, pigmen bile,
enzim, mukus, dan air.
|
Darah, pus, benda asing seperti cacing
|
Infeksi,
perdarahan, parasit usus
|
Faktor-faktor yang dapat
memengaruhi proses defekasi
1.
Usia
2.
Diet
3.
Intake cairan
4.
Aktifitas
5.
Fisiologis
6.
Pengobatan
7.
Gaya hidup
8.
Prosedur diagnostik
9.
Penyakit
10. Anestesi
dan pembedahan
11. Nyeri
12. Kerusakan
sensorik dan motorik
5. Hormon-hormon
terkait eliminasi
1.
ADH (Anti Deuretik Hormon)
Hormon ini memiliki peran dalam
meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam
tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis
posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan
cairan ekstrasel (Frandson,2003 )
Dibentuk dalam nucleus supraoptik
dan mengandung asam amino. Mekanisme kerja ADH adalah meningkatkan permeabilitas
duktus untuk mereabsorpsi sebagian besar air yang disimpan dalam tubuh dan
mempermudah difusi bebas air dari tubulus cairan tubuh kemudian diabsorpsi
secara osmosis.
Pengaturan produksi ADH: bila cairan
ekstraseluler menjadi terlalu pekat, maka cairan ditarik dengan proses osmosis
keluar dari sel osmoreseptor sehingga mengurangi ukuran sel dan menimbulkan
sinyal saraf dalam hipotalamus untuk menyekresi ADH tambahan. Sebaliknya
bila cairan ekstraseluler terlalu encer, air bergerak melalui osmosis dengan
arah berlawanan masuk ke dalam sel. Keadaan ini akan menurunkan sinyal
saraf unutk menurunkan sekresi ADH.
2. Mineralcorticoids
Mineralcorticoids adalah hormon
steroid glomerulosa zona disekresikan oleh korteks adrenal. Mereka
mengatur elektrolit dan keseimbangan air dalam tubuh misalnya
keringat, urin, empedu dan air liur.
3. Aldosteron
Aldosteron adalah hormon steroid
dari golongan mineralkortikoid yang disekresi dari bagian terluar zona
glomerulosa pada bagian korteks kelenjar adrenal, yang berpengaruh terhadap
tubulus distal dan collecting ducts dari ginjal sehingga terjadi peningkatan
penyerapan kembali partikel air, ion, garam oleh ginjal dan sekresi potasium
pada saat yang bersamaan. Hal ini menyebabkan peningkatan volume dan
tekanan darah. Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh
kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini
diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem
angiotensin rennin ( Frandson, 2003). 95% dari kegiatan mineralokortikoid ada
di rekening hormon ini. Sekresi aldosteron dirangsang oleh peningkatan K+ atau
jatuh dalam Na+ konsentrasi dan volume darah. Aldosteron
mengurangi Na+ (dan Cl-) eliminasi dengan membantu
dalam reabsorpsi aktif dari nephric filtrat dengan bertindak lebih dari tubulus
distal dan tubulus convulated mengumpulkan. Ini mempromosikan K+ eliminasi
dan mengurangi kehilangan air.
Jadi
Aldosteron adalah hormon yang dihasilkan dan dilepaskan oleh kelenjar adrenal,
memberikan sinyal kepada ginjal untuk membuang lebih sedikit natrium dan lebih
banyak kalium. Pembentukan aldosteron sebagian diatur oleh kortikotropin
pada hipofisa dan sebagian lagi oleh mekanisme kontrol pada ginjal (sistem
renin-angiotensin-aldosteron). Renin adalah enzim yang dihasilkan di
dalam ginjal dan bertugas mengendalikan pengaktivan hormon angiotensin, yang
merangsang pembentukan aldosteron oleh kelenjar adrenal.
4. Hormon
ovarium (estrogen dan progesteron)
Disekresi oleh ovarium akibat
respons terhadap dua hormon dari kelenjar hipofisis.
a. Estrogen
Alami yang menonjol adalah estroidal
(estrogen kuat), ovarium hanya membuat estrodiol merupakan produk degradasi
(perubahan senyawa) steroid-steroid pada wanita yang tidak hamil, selama
kehamilan diproduksi oleh plasenta. Estrogen beredar terikat pada protein
plasma dan proses peningkatannya terjadi dalam hati yang melaksanakan peran
ganda dalam metabolisme estrogen. Urine wanita hamil benyak mengandung
estrogen yang dihasilkan oleh plasenta. Mekanisme aksi estrogen mengatur
ekspresi gen tertentu dalam sel yang bekerja sebagai sasaran
b. Progesteron
Metabolism progesteron yang utama di
dalam urine ialah pregnanediol (tidak aktif) dan pregnanetriol (perubahan
korteks adrenal). Senyawa ini dibuang sebagai glucuronic (senyawa glikosid).
5. Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak
yang ada pada jaringan yang berfungsi merespons radang, pengendalian tekanan
darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada
ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal ( Frandson,
2003) Prostaglandin adalah sekelompok zat yang menyerupai hormon, seperti
hormon mereka memainkan peran dalam berbagai proses fisiologis. Michael W.
Davidson dari Florida State University: "Prostaglandin bertindak dengan cara
yang mirip dengan hormon, dengan sel target merangsang ke dalam tindakan Namun,
mereka berbeda dari hormon dalam bahwa mereka bertindak secara lokal, dekat
situs mereka sintesis, dan mereka. dimetabolisme sangat cepat. Fitur lain yang
tidak biasa adalah bahwa prostaglandin yang sama bertindak berbeda pada
jaringan yang berbeda.
6. Glukokortikoidtid
Hormon ini berfungsi mengatur
peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat
sehingga terjadi retensi natrium( Frandson, 2003). Kelenjar
Adrenal/Suprarenal/Anak Ginjal. Kelenjar ini berbentuk bola yang menempel pada
bagian atas ginjal. Di setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenal yang
terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian luar(korteks)dan bagian dalam (medula). Salah
satu hormon yang dihasilkan yaitu hormon adrenalin yang berfungsi mengubah
glikogen menjadi glukosa. Hormon adrenalin bekerja berlawanan dengan hormon
insulin. Walaupun bekerja berlawanan tapi tujuannya sama, yaitu untuk mengatur
kadar gula dalam darah tetap stabil.
6. Gangguan Proses Eliminasi
a. Gangguan eliminasi urine
Klien yang memiliki
masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam aktivitas
berkemihnya. Gangguan ini diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandungan kemih,
adanya obstruksi pada aliran urine yang mengalir keluar, atau ketidakmampuan
mengontrol berkemih secara volunter. Beberapa klien dapat mengalami perubahan
sementara atau permanen dalam jalur normal ekskresi urine. Klien yang menjalani
diversi urine memiliki masalah khusus karena urine keluar melalui sebuah stoma
(Potter&Perry, 2005:1686).
Gejala Umum pada
Perubahan Perkemihan
1. Urgensi, merasakan kebutuhan untuk segera berkemih. Penuhnya
kandung kemih, iritasi atau radang kandung kemih akibat infeksi, sphincter
uretra tidak kompeten, stres psikologis.
2. Disuria, merasa nyeri atau sulit berkemih karena peradangan
kandung kemih, trauma atau inflamasi sphincter uretra
3. Frekuensi meningkat, berkemih dengan sering radang
pada kandung kemih, peningkatan tekanan pada kandung kemih (kehamilan, stres
psikologis)
4. Keraguan berkemih, sulit memulai berkemih, pembesaran
prostat, ansietas, edema uretra
5. Poliuria, mengeluarkan sejumlah besar urine, asupan
cairan berlebihan, diabetes melitus atau insipidus, penggunaan diuretik,
diuresis pascaobstruktif
6. Oliguria, pengeluaran urine menurun dibandingkan
cairan yang masuk (biasanya kurang dari 400 ml dalam 24 jam) dehidrasi, gagal
ginjal, ISK, peningkatan sekresi ADH, gagal jantung kongestif
7. Nokturia, berkemih berlebihan atau sering pada malam
hari, asupan cairan berlebihan sebelum tidur (terutama kopi atau alkohol),
penyakit ginjal, proses penuaan
8. Dribling (urine yang menetes), kebocoran/rembesan
urine walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urine, stres inkontinensia,
overflow akibat retensi urine
9. Hematuria, terdapat dalah dalam urine, neoplasma pada
ginjal atau kandung kemih, penyakit glomerulus, infeksi pada ginjal atau
kandung kemih, trauma pada struktur perkemihan, diskrasia darah
10. Retensi Urine, akumulasi urine di dalam kandung kemih
disertai ketidakmampuan kandung kemih untuk benar mengosongkan diri, obstruksi
uretra, inflamasi pada kandung kemih, penurunan aktivitas sensorik, kandung
kemih neurogenik, pembesaran prostat, setelah tindakan anestesi, efek samping
obat-obatan
11. Residu Urine, volume urine tersisa setelah berkemih
(volume 100 ml atau lebih), inflamasi atau iritasi mukosa kandung kemih akibat
infeksi, kandung kemih neurogenik, pembesaran prostat, trauma atau inflamasi
uretra
b. Gangguan eliminasi sisa
pencernaan
Gangguan pada eliminasi sampah digestif atau sisa pencernaan
menurut Potter & Perry (2005:1746), sebagai berikut:
1. Konstipasi, merupakan gejala penurunan frekuensi
defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering.
Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan
konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama
terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses
diabsorbsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melunasi
feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada
rektum.
2. Impaksi, akibat dari konstipasi yang tidak diatasi.
Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang
tidak dapat diluarkan. Tanda impaksi yang jelas ialah ketidakmampuan untuk
mengeluarkan feses selama beberapa hari walaupun terdapat keinginan berulang
untuk melakukan defekasi.
3. Diare, peningkatan jumlah feses dan peningkatan
pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk. Diare adalah gejala gangguan
yang memengaruhi proses pencernaan, absorpsi, dan sekresi di dalam saluran GI.
Isi usus terlalu cepat keluar melalui usus halus dan kolon sehingga absorbsi
cairan yang biasa tidak dapat berlangsung. Iritasi di salam kolon dapat
menyebabkan peningkatan sekresi lendir. Akibatnya, feses menjadi lebih encer
sehingga klien menjadi tidak mampu mengontrol keinginan untuk defekasi.
4. Inkontinensia, ketidakmampuan mengontrol keluarnya
feses dan gas dari anus. Kondisi fisik yang merupakan fungsi atau kontrol
sphincter anus dapat menyebabkan inkontinensia. Kondisi yang membuat seringnya
defekasi, feses encer, volumenya banyak, dan feses mengandung air juga
mempredisposisi individu untuk mengalami inkontinensia.
5. Flatulen, penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa
nyeri, dan kram. Dalam kondisi normal, gas dalam usus keluar melalui mulut
(bersendawa) atau melalui anus (pengeluaran flatus). Namun, jika ada penurunan
motilitas usus akibat penggunaan opiat, agens anestesi umum, bedah abdomen,
atau imobilisasi, flatulen dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan
distensi abdomen dan menimbulkan nyeri yang terasa sangat menusuk.
6. Hemoroid, vena-vena yang berdilatasi, membengkak di
lapisan rektum. Ada dua jenis hemoroid, yakni hemoroid internal atau hemoroid
eksternal. Hemoroid eksternal terlihat jelas ebagai penonjolan kulit, apabila
lapisan vena mengeras, akan terjadi perubahan warna menjadi keunguan. Hemoroid
internal memiliki membran mukosa di lapisan luarnya. Peningkatan tekanan vena
akibat mengedn saat defekasi, selama masa kehamilan, pada gagal jantung
kongestif, dan penyakit hati kronik dapat menyebabkan hemoroid.
7. Proses Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Eliminasi
Pengkajian.
1.Pola defekasi dan keluhan selama defekasi.
Pengkajian ini antar lain : bagaimana pola defekasi
dan keluhannya selama defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar,
sedangkan pada bayi sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan orang dewasa
adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah 150 g.
2.Keadaan feses, meliputi :
No.
|
Keadaan
|
Normal
|
Abnormal
|
Penyebab
|
1.
|
Warna.
|
Bayi: kuning.
|
Putih,hitam/tar, atau merah.
|
Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna
bagian atas, atau perdarahan saluaran cerna bagian cerna.
|
Dewasa: coklat.
|
Pucat berlemak.
|
Malabsorpsi lemak.
|
||
2.
|
Bau.
|
Khas feses dan dipengaruhi oleh makanan .
|
Amis dan perubahan bau.
|
Darah dan infeksi.
|
3.
|
Konsistensi.
|
Lunak dan berbentuk.
|
Cair.
|
Diare dan absorpsi kurang.
|
4.
|
Bentuk.
|
Sesuai diameter rectum.
|
Kecil,bentuknya seperti pensil.
|
Obstruksi dan peristaltic yang cepat.
|
5.
|
Konstituen
|
Makanan yang tidak dicerna, bakteri yang mati, lemak,
pimen, empedu, mukosa usus, air.
|
Darah,pus,benda asing,mukus, atau cacing.
|
Internal bleeding, infeksi, tertelan benda ,iratasi
atau inflamasi.
|
3.Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi.
Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi antara lain perilaku atau kebiasaan
defekasi, diet,pola makan sehari-hari, aktivitas, penggunaan obat, stress,
fekasi, diet,pola makan sehari-hari, aktivitas, penggunaan obat, stress,
pembedahan atau penyakit menetap, dn lain-lainnya.
4.Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik meliputi keadaa abdomen seperti ada
atau tindaknya distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltic, adanya massa
pada perut, dantenderess.kemudian , pemeriksaan rektum dan anus dinilai
dari ada atau tidaknya tanda imflamasi, seperti perubahan warna, lesi, fistula,
hemorrhoid.
Diagnosis Kepeawatan.
1) Konstipasi berhubugan dengan : penurunan respons
berdefekasi, defek persyarafan, kelemahan pelvis, imobilitas akibat cedera
medulla spinalis, dan CVA.
2) Konstipasi kolonik berhubunga dengan : penurunan
laju metabolisme akibat hipotiroidime atau hipertiroidisme.
3) Konstipasi dirasakan berhubungan degan : penilaian
salah akibat penyimpangan susunan syaraf pusat, depresi, kelainan obsesif
kompulsif dan kurangnya informasi akibat keyakinan budaya.
4) Diare berhubugan dengan : peningkatan peristaltik
akibat peningkatan metabolisme stres psikologis.
5) Ikontinensia usus berhubungan dengan : gagguan
sfigter rectal akibat cedera rectum atau tindakan pembedahan,distensi rectum
akibat konstipasi kronis.
6) Kurangnya volume berhubungan dengan pengeluaran
cairan yang berlebihan (diare).
Perencanaan
atau intervesi keperawatan.
Tujuan :
1) Memahami
arti eliminasi secara normal.
2) Mempertahankan
asupa makanan dan minuman cukup.
3) Membantu
latihan secara teratur.
4) Mempertahankan
kebiasaan defekasi secara teratur .
5) Mempertahankan
defekasi secara normal.
6) Mencegah
gagguan integritas kulit.
Rencana
Tindakan :
1) Kaji
perubahan faktor yang memengaruhi masalah eliminasi alvi.
2) Kurangi
faktor yang memengaruhi terjadinya masalah seperti :
a.
Konstipasi secara umum :
· Membiasakan
pasien untuk buang air secara teratur,misalnya pergi ke kamar mandi satu jam
setelah makan pagidan tinggal di sana sampai ada keinginan untuk buang air.
· Meningkatkan
asupan cairan dengan banyak minum.
· Diet
yanag seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat.
· Melakukan
latihan fisik, misalya melatih otot perut
· Mengatur posisi
yang baik untuk buang air besar,sebaiknya posisi duduk dengan lutut melentur
agar otot punggung dan perut dapat membantu prosesnya.
· Anjurkan
agar tidak memaksakan diri dalam buang besar.
· Berikan
obat laksantif, misalnya Dulcolax atau jenis obat supositoria.
· Lakukan
enema (huknah).
b. Konstipasi
akibat nyeri :
· Tingkatkan
asupan cairan.Diet tinggi serat.
· Tingkatkan
latihan setiap hari .
· Berikan
pelumas di sekitar anus untuk mengurangi nyeri.
· Kompres
dingin sekitar anus untuk mengurangi rasa gatal.
· Rendam
duduk atau mandi di bak dengan air hangat (43-46 derajat celcius,selama
15menit) jika nyeri hebat.
· Berikan
pelunak feses.Cegah duduk lama apabila hemoroid, dengan cara berdiri tiap 1 jam
kurang lebih 5-10 menit untuk menurunkan tekanan .
c. Konstipasi
kolonik akibat perubahan gaya hidup.
· Berikan
stimulus untuk defekasi, seperti mium kopi atau jus.Bantu pasien untuk
menggunakan pispot bila memungkinkan .
· Gunakan
kamar mandi daripada pispot bila memungkinkan.
· Ajarkan
latihan fisik dengan memberikan ambulasi, latihan rentang gerak, dan lain-lain.
· Tingkatkan
diet tinggi serat seperti buah dan sayuran.
d. Inkontinensia
Usus.
· Pada
waktu tertentu , setiap 2 atau 3 jam, letakkan pot di bawah pasien.
· Berikan
latihan buang air besar dan anjurkan pasien untuk selalu berusaha latihan.
· Kalau
inkontinensia hebat, diperlukan adanya pakaian dalam yang lembab, supaya pasien
dan sprei tidak begitu kotor.
· Pakai
laken yang dapat dibuang dan menyenangkan untuk dipakai .
· Untuk
mengurangi rasa malu pasien, perlu didukung semangat pengertian perawatan
khusus.
3). Jelaskan
mengenai eliminasi yang normal kepada pasien.
4).
Pertahankan asupan makanan dan minuman .
5). Bantu
defekasi secara manual.
6). Bantu
latihan buang air besar, dengan cara :
a) Kaji
pola eliminasi normal dan cacat waktu ketika inkontinensia terjadi.
b) Pilih
waktudefekasi untuk mengukur kontrolnya.
c) Berikan
obat pelunak feses (oral) setiap hari atau katartik supositoria setengah
jam sebelum waktu defekasi ditentukan.
d) Anjurkan
pasien untuk minum air hangat atau jus buah sebelum waktu defekasi.
e) Bantu
pasien ke toilet ( program ini kurang efektif jika pasien menggunakan pispot ).
f) Jaga
privasi pasien dan batasi waktu defekasi ( 15-20 menit).
g) Intruksikan
pasien untuk duduk di toilet, gunakan tangan untuk menekan perut terus ke bawah
dan jangan mengedan untuk merangsang pengeluaran feses.
h) Jangan
dimarahi ketika pasien tidak mampu defesika.
i) Anjurkan
makan secara teratur dengan asupan air anserat yangadekuat.
j) Pertahankan
latihan secara teratur jika fisik pasien mampu.
Evaluasi
Keperawatan.
Evaluasi
terhadap masalah kebutuhan eliminasi alvi dapat dinilai dengan adanya kemampuan
dalam :
1) Memahami
cara eliminasi yang normal.
2) Mempertahankan
asupan makanan dan minuman cukup yang dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan
dalam merencanakan pola makan,seperti makan dengan tinggi atau rendah serat (
tergantung dari tendensi diare atau konstipasi serta mampu minum 2000-3000 ml).
3) Melakukan
latihan secara teratur ,seperti rentang gerak atau aktivitas lain (jalan,
berdiri, dan lain-lain).
4) Mempertahankan
rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kemampuan pasien dalam mengontrol defekasi
tanpa bantuan obat atau enema,berpartisipasi dalam program latihan secara
teatur.
5) Mempertahankan
nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam kemampuan defekasi, tidak
terjadi bleeding,tidak terjadi inflamasi, dan lain-lain.
6) Mempertahankan integritas
kulit yang ditunjukkan dengan keringnya area perianal, tidak ada inflamasi atau
ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dan lain-lain.
8. Rumus Balance Cairan
Inteake / cairan masuk = Output
/ cairan keluar + IWL (Insensible Water Loss)
Intake / Cairan Masuk : mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam makanan pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat yang di drip, albumin dll.
Intake / Cairan Masuk : mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam makanan pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat yang di drip, albumin dll.
Output / Cairan keluar : urine dalam 24 jam,
jika pasien dipasang kateter maka hitung dalam ukuran di urobag, jka tidak
terpasang maka pasien harus menampung urinenya sendiri, biasanya ditampung di
botol air mineral dengan ukuran 1,5 liter, kemudian feses.
IWL (insensible water loss(IWL) : jumlah cairan
keluarnya tidak disadari dan sulit diitung, yaitu jumlah keringat, uap hawa
nafas.
RUMUS IWL
IWL
= (15 x BB )
24
jam
Cth:
Tn.A BB 60kg dengan suhu tubuh 37⁰C (suhu normal)
IWL = (15 x 60 ) =
37,5 cc/jam
24 jam
*dlm
24 jam —->
37,5 x 24 = 900cc/24 jam
*Rumus IWL Kenaikan Suhu
[(10% x CM)x jumlah kenaikan
suhu] +
IWL normal
24 jam
Cth: Tn.A BB 60kg,
suhu= 39⁰C,
CM= 200cc
IWL = [(10%x200)x(39⁰C-37⁰C)] + 37,5cc
24 jam
= (20×2) + 37,5cc
24
= 1,7 + 37,5 = 39cc/jam
*CM : Cairan Masuk
Menghitung balance cairan
seseorang harus diperhatikan berbagai faktor, diantaranya Berat Badan dan
Umur..karena penghitungannya antara usia anak dengan dewasa berbeda.
Menghitung balance cairanpun harus diperhatikan mana yang termasuk kelompok Intake cairan dan mana yang output cairan.
Menghitung balance cairanpun harus diperhatikan mana yang termasuk kelompok Intake cairan dan mana yang output cairan.
Berdasarkan kutipan dari
Iwasa M. Kogoshi S (1995) Fluid Therapy do (PT. Otsuka Indonesia) penghitungan wajib per 24 jam
bukan pershift.