Sabtu, 05 Desember 2015

PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI

1.  Sistem urinaria
Sistem urinari terdiri atas :
-          Ginjal, mengeluarkan sekret urine
-          Ureter, menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kencing
-          Kandung kencing, bekerja sebagai penampung
-          Uretra, mengeluarkan urine dari kandung kencing

Ø  Ginjal
Terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, di belakang peritoneum, dan karena itu di luar rongga peritoneum. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki banyak ruang di sebelah kanan. Setiap ginjal panjangnya 6-7,5 cm dan tebal 1,5-2,5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram.

Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam dalam darah, keseimbangan asam-basa darah, serta ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.

Sekresi urine dan mekanisme fungsi ginjal
       Gromelurus adalah saringan. Setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500 cc plasma mengalir melalui semua glomerulus dan sekitar 100 cc (10%) disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda halus lainnya diisaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembusi pori saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah.
       Cairan yang disaring, yaitu filtrat glomerulus, kemudian mengalir melalui tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan meninggalkan yang tidak diperlukan. Dengan mengubah-ubah jumlah yang diserap atau ditinggalkan dalam tubula, sel dapat mengatur susunan urine di satu sisi dan susunan darah di sisi sebaliknya. Dalam keadaan normal semua glukosa diabsorpsi kembali; air sebagian besar diabsorpsi kembali, kebanyakan produk buangan dikeluarkan. Dalam keadaan tertentu tubula menambah bahan pada urine. Sekresi terdiri atas tiga faktor, yaitu filtrasi glomrulus, reabsorpsi tubula, sekresi tubula
Besar daya selektif sel tubula jika dibandingkan dengan jumlah yang disaring glomerulus setiap hari dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan ke dalam urine

Air 150 liter (s), 1,5 liter (k)
Garam 700 gr (s), 1,5 gr (k)
Glukosa 170 gr (s), 0 gr (k)
Urea 50 gr (s), 30 gr (k)

Nb : (s)=disaring, (k)=dikeluarkan
Tes fungsi ginjal
1.    Tes protein (albumin)
Bila ada kerusakan pada glomerulus atau tubula, protein dapat masuk ke urine.
2.    Tes konsentrasi urea darah
Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum, ureum darah naik di atas kadar normal 20-40 mg/ccm darah. Ini bukan tes yang sangat peka karena filtrasi glomerulus harus menurun sebanyak 50% sebelum kenaikan kadar urea darah
3.    Tes konsentrasi
Dilarang makan/minum selama 12 jam untuk melihat sampai berapa tinggi berat jenis naik

Ø  Ureter
Terdapat 2 ureter berupa 2 pipa saluran yang masing-masing bersambung dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke kandung kencing. Tebal setiap ureter kira-kira setebal tangkai bulu angsa dan panjangnya 35-40 cm.

Ø  Kandung kencing
Bekerja sebagai penampang urine; berbentuk buah pir (kendi). Letaknya di dalam panggul besar, di depan isi lainnya, dan di belakang simfisis pubis. Pada bayi letaknya lebih tinggi. Dinding kandung kencing terdiri atas :
1.    Sebuah lapisan serus sebelah luar
2.    Lapisan berotot
3.    Lapisan submukosa
4.    Lapisan mukosa dari epitelium transisional

Ø  Uretra
Sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kencing ke lubang luar; dilapisi membran mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kencing.

Ø  Mikturisi
Adalah peristiwa pembuangan urine. Keingian membuang air kencing disebabkan penambahan tekanan di dalam kandung kencing yang disebabkan oleh isi urine di dalamnya. Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml air kencing.

Ciri-ciri urine yang normal
-       Jumlahnya rata-rata 1-2 liter/hari (bisa berbeda sesuai jumlah cairan yang dimasukkan)
-       Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi adakalanya jonjot lendir tipis tampak terapung di dalamnya.
-       Baunya tajam
-       Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6
-       Berat jenis berkisar dari 1010-1025
Komposisi urine normal
Terdiri atas air, urea, dan natrium klorida. Air 96% dan benda padat 4% (terdiri atas urea 2% dan produk metabolik lain 2%)


2.    Anatomi dan fisiologi kulit
Merupakan organ tubuh yang menutupi lapisan tubuh yang mempunyai peran utama sebagai proteksi terhadap stimulus dari luar. Kulit juga merupakan organ paling besar yaitu sekitar 15-20% dari berat badan. Kulit manusia tersusun atas 3 lapisan yaitu lapisan epidermis, dermis, dan subkutan.

Kulit berperan penting dalam perlindungan terhadap ancaman dari luar tubuh, homeostatis, sensasi, pengaturan suhu, keseimbangan cairan, produksi vitamin D, respons imun, dan fungsi komunikasi.

Epidermis
Merupakan lapisan tipis pada bagian terluar kulit dan yang langsung berhubungan dengan dunia luar. Epidermis mempunyai 5 lapisan.
5 lapisan epidermis
1.  Stratum korneum (lapisan paling luar), terdiri atas lapisan sel tanduk, gepeng, kering, dan tidak berinti.
2.  Stratum lusidum, sebagai bantalan dan proteksi trauma. Ditemukan pada kulit yang tebal, seperti di telapak tangan dan telapak kaki. Terdiri atas sel yang sangat gepeng dan bening.
3.  Stratum granulosum, merupakan lapisan-lapisan dengan sel-sel yang bergranula keratohialin yang merupakan prekursor pembentukan keratin. Bekerja sebagai proteksi benda asing, kuman, dan bahan kimia yang masuk dalam tubuh
4.  Stratum spinosum, sebagai lapisan sel spina/tanduk. Berfungsi untuk menahan gesekan dan tekanan dari luar.
5.  Stratum germinativum/stratum basalis (lapisan dasar epidermis), mempunyai inti sel sehingga dapat terjadi pembelahan sel yang cepat dan sel-sel baru di dorong masuk ke lapisan berikutnya.

Dermis
Lebih tebal, sekitar 1-4 mm berada di bawah epidermis. Tersusun atas fibroblas, makrofag, mast sel, dan limfosit untuk meningkatkan penyembuahan luka. Lapisan ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu,
1.  Papila dermis
Mengandung lebih banyak kolagen, pembuluh darah, kelenjar keringat, dan elastin yang berhubungan langsung dengan epidermis. 
2.  Retikular dermis
Mengandung jaringan ikat yang lebih tebal, sel-sel fibrosa, sel histiosit, pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf, kelenjar sebasea, sel lemak, dan otot penegak rambut.

Lapisan Subkutaneus
Merupakan lapisan khusus dari jaringan konektif atau disebut lapisan adiposa karena mengandung lemak. Fungsinya adalah untuk simpanan lemak, pencegahan trauma, dan pengaturan suhu.

Bagian pelengkap kulit yaitu, rambut, kuku, kelenjar (keringat, sebasea, mamae). Kulit normal manusia bervariasi,
1.    Warna (tergantung ras)
Kulit hitam = orang keturunan negro
Kuning/putih = orang eropa
Sawo matang/cokelat = orang asia

Berwarna kekuningan : kelainan hati
Pucat : anemia/kekurangan oksigen
Kebiruan : kurangnya sirkulasi darah
Kemerahan : meningkatnya vaskularisasi karena stres/perdarahan bawah kulit

2.    Temperatur/suhu
Suhu kulit normal adalah hangat. Area perifer mungkin lebih dingin (tangan/kaki)/di area yang terdapat vasokonstriksi pembuluh darah

3.  Kelembapan,
Kulit normal berada di antara kering dan lembap. Kulit yang kering dan bersisik terjadi pada pasien hiperglikemia dan gagal ginjal kronis. Pada area tertentu (seperti aksila/telapak tangan) kulit dapat lebih lembap.

4.  Tekstur
kulit normal bertekstur elestis dan lembut, namun pada telapak tangan, kaki lebih kaku dan keras. Kulit yang kurang elastis/turgor kulit berkurang dialami pada penderita dehidrasi dan hipotonus.

5.  Bau
Kulit normal, tidak berbau. Namun pada aksila atau daerah kelamin menimbulkan bau badan

Masalah-masalah yang berhubungan dengan integritas kulit
1.  Perubahan pigmentasi kulit, terjadi karena perubahan produksi melanin.
2.  Perubahan warna kulit, terjadi karena variasi respons perubahan kondisi dalam tubuh. Adanya perdarahan di bawah kulit dalam jumlah kecil menimbulkan kemerahan/eritema. Jika kondisi tubuh kekurangan oksigen dan menurunnya kadar hemoglobin, maka aliran darah akan melambat dan menimbulkan sianosis/kebiruan.
3.  Lesi kulit, kelainan bentuk kulit pada area tertentu. Berbentuk bulat, menonjol atau datar, ukuran bervariasi dan isinya dapat berupa air, pus, atau jaringan padat.
4.  Luka, kerusakan jaringan normal, di mana kulit atau membran mikosa mengalami kerusakan sampai dengan jaringan bagian dalam.
Faktor-faktor yang memengaruhi integritas kulit
1. Keadaan sirkulasi darah
2. Nutrisi
3. Pola hidup dan kebiasaan
4. Alergi
5. Infeksi
6. Trauma


3.  Proses eliminasi sisa metabolisme/urine
       Urine diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml/menit, teapi dapt bervariasi 0,5-2 ml/menit. Aliran urine masuk ke kandung kemih dikontrol oleh gelombang peristaltik yang terjadi setiap 10-150 detik. Aktivitas saraf parasimpatis meningkatkan frekuensi peristaltik dan stimulasi simpatis menurunkan frekuensi. Banyaknya aliran urine pada uretra dipengaruhi oleh adanya refleks uretrorenal. Refleks ini diaktifkan oleh adanya obstruksi karena konstriksi ureter dan juga konstriksi arterior aferen yang berakibat pada penurunan produksi urine, demikian juga pada obstruksi ureter karena batu ureter.

       Kandung kemih dipersarafi oleh saraf dari pelvis, baik sensoris maupun motorik. Pengaktifan saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi dari otot detrusor. Normalnya, sfingter interna pada leher kendung kemih berkontraksi dan akan relaksasi ketika otot kandung kemih berkontraksi. Sementara itu, sfingter eksterna dikontrol berdasarkan kesadaran (volunter) dan dipersarafi oleh nervus pudendal yang merupakan serat saraf somatik.

       Refleks berkemih dimulai ketika terjadi pengisian kandung kemih. Jika ada 30-50 ml urine, maka terjadi peningkatan tekanan pada dinding kandung kemih. Makin banyak urine yang terkumpul, makin besar pula tekanannya. Peningkatan tekanan akan menimbulkan refleks peregangan oleh reseptor regang sensoris pada dinding kandung kemih kemudian dihantarkan ke medula spinalis segmen sakralis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih untuk menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi.
       Siklus ini terus berulang sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat, kemudian refleks akan melemah dan menghilang sehingga refleks berkemih berhenti. Hal ini menyebabkan kandung kemih berelaksasi. Sementara itu, jika terjadi kontraksi yang kuat, maka akan menstimulasi nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika penghambatan sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna di otak kuat, maka terjadilah proses berkemih.
       Proses berkemih jika dikontrol oleh saraf pusat. Ketika terjadi rangsangan peregangan pada dinding otot detrusor akibat adanya pengisian urine di kandung kemih, melalui serat saraf sensoris di nervus pelvis stimulus tersebut dihantarkan ke hipotalamus. Dari hipotalamus kemudian dihantarkan ke korteks serebri, selanjutnya korteks serebri merespons dengan mengirimkan sinyal ke sfingter interna dan eksterna untuk relaksasi sehingga pengeluaran urine terjadi. Proses berkemih juga difasilitasi oleh kontraksi dinding abdomen dengan meningkatkan tekanan dalam kandung kemih sehingga mengakibatkan urine masuk ke leher kandung kemih dan menimbulkan refleks berkemih. Tidak semua urine dapat dikeluarkan dalam berkemih. Masih dapat tersisa urine residu sekitar 10 ml.

4.  Proses eliminasi sisa pencernaan/fekal
Proses ini sering didebut proses defekasi. Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Proses defekasi terjadi dua macam refleks :
1.    Refleks defekasi intrinsik
Berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses sampai di anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka terjadilah drfekasi.
2.    Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke medula spinal (spinal cord). Dari jaras spinal kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid, dan rektum yang menyebabkan intesifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal, maka terjadilah defekasi.
         Feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas terbanyak adalah CO, metana, H2S, O2, dan nitogen.
         Feses terdiri atas 75% air dan 24% materi padat. Feses normal berwarna cokelat karena pengaruh sterkobilin, morbilin, dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya lembek namun berbentuk.

Karakteristik Feses
Karakteristik
Normal
Perubahan
Kemungkinan Penyebab
Warna
Kuning kecokelatan
Abu-abu atau putih
Obstruksi atau tidak ada bilirubin


kehijauan
Infeksi
Hitam atau seperti teer
Perdarahan GI atas
Pucat
Malabsorpsi lemak
Merah
Perdarahan GI bawah
Konsistensi
Lembek, lunak, dan berbentuk
Keras, kering, cair, tidak berbentuk
Peristaltik lemah, obstruksi usus, dehidrasi, iritasi, menurunnya absorpsi air
Bau
Khas feses
Bau busuk
Infeksi, darah dalam feses
Jumlah
Tergantung intake dan diet
Banyak atau besar
Malabsorpsi lemak
Isi
Sisa makanan, bekteri mati, pigmen bile, enzim, mukus, dan air.
Darah, pus, benda asing seperti cacing
Infeksi, perdarahan, parasit usus


Faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses defekasi
1.    Usia
2.    Diet
3.    Intake cairan
4.    Aktifitas
5.    Fisiologis
6.    Pengobatan
7.    Gaya hidup
8.    Prosedur diagnostik
9.    Penyakit
10. Anestesi dan pembedahan
11. Nyeri
12. Kerusakan sensorik dan motorik

5.  Hormon-hormon terkait eliminasi
1.    ADH (Anti Deuretik Hormon)
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh.  Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel (Frandson,2003 )
Dibentuk dalam nucleus supraoptik dan mengandung asam amino.  Mekanisme kerja ADH adalah meningkatkan permeabilitas duktus untuk mereabsorpsi sebagian besar air yang disimpan dalam tubuh dan mempermudah difusi bebas air dari tubulus cairan tubuh kemudian diabsorpsi secara osmosis.
Pengaturan produksi ADH: bila cairan ekstraseluler menjadi terlalu pekat, maka cairan ditarik dengan proses osmosis keluar dari sel osmoreseptor sehingga mengurangi ukuran sel dan menimbulkan sinyal saraf dalam hipotalamus untuk menyekresi ADH tambahan.  Sebaliknya bila cairan ekstraseluler terlalu encer, air bergerak melalui osmosis dengan arah berlawanan masuk ke dalam sel.  Keadaan ini akan menurunkan sinyal saraf unutk menurunkan sekresi ADH.
2.    Mineralcorticoids
Mineralcorticoids adalah hormon steroid glomerulosa zona disekresikan oleh korteks adrenal.  Mereka mengatur elektrolit dan keseimbangan air dalam  tubuh  misalnya keringat, urin, empedu dan air liur.
3.    Aldosteron
Aldosteron adalah hormon steroid dari golongan mineralkortikoid yang disekresi dari bagian terluar zona glomerulosa pada bagian korteks kelenjar adrenal, yang berpengaruh terhadap tubulus distal dan collecting ducts dari ginjal sehingga terjadi peningkatan penyerapan kembali partikel air, ion, garam oleh ginjal dan sekresi potasium pada saat yang bersamaan.  Hal ini menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah. Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal.  Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin ( Frandson, 2003). 95% dari kegiatan mineralokortikoid ada di rekening hormon ini.  Sekresi aldosteron dirangsang oleh peningkatan K+ atau jatuh dalam Na+ konsentrasi dan volume darah.  Aldosteron mengurangi Na+ (dan Cl-) eliminasi dengan membantu dalam reabsorpsi aktif dari nephric filtrat dengan bertindak lebih dari tubulus distal dan tubulus convulated mengumpulkan.  Ini mempromosikan K+ eliminasi dan mengurangi kehilangan air.
             Jadi Aldosteron adalah hormon yang dihasilkan dan dilepaskan oleh kelenjar adrenal, memberikan sinyal kepada ginjal untuk membuang lebih sedikit natrium dan lebih banyak kalium.  Pembentukan aldosteron sebagian diatur oleh kortikotropin pada hipofisa dan sebagian lagi oleh mekanisme kontrol pada ginjal (sistem renin-angiotensin-aldosteron).  Renin adalah enzim yang dihasilkan di dalam ginjal dan bertugas mengendalikan pengaktivan hormon angiotensin, yang merangsang pembentukan aldosteron oleh kelenjar adrenal.
4.    Hormon ovarium (estrogen dan progesteron)
Disekresi oleh ovarium akibat respons terhadap dua hormon dari kelenjar hipofisis.
a.    Estrogen
Alami yang menonjol adalah estroidal (estrogen kuat), ovarium hanya membuat estrodiol merupakan produk degradasi (perubahan senyawa) steroid-steroid pada wanita yang tidak hamil, selama kehamilan diproduksi oleh plasenta.  Estrogen beredar terikat pada protein plasma dan proses peningkatannya terjadi dalam hati yang melaksanakan peran ganda dalam metabolisme estrogen.  Urine wanita hamil benyak mengandung estrogen yang dihasilkan oleh plasenta.  Mekanisme aksi estrogen mengatur ekspresi gen tertentu dalam sel yang bekerja sebagai sasaran
b.    Progesteron
Metabolism progesteron yang utama di dalam urine ialah pregnanediol (tidak aktif) dan pregnanetriol (perubahan korteks adrenal).  Senyawa ini dibuang sebagai glucuronic (senyawa glikosid).
5.    Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berfungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal ( Frandson, 2003) Prostaglandin adalah sekelompok zat yang menyerupai hormon, seperti hormon mereka memainkan peran dalam berbagai proses fisiologis. Michael W. Davidson dari Florida State University: "Prostaglandin bertindak dengan cara yang mirip dengan hormon, dengan sel target merangsang ke dalam tindakan Namun, mereka berbeda dari hormon dalam bahwa mereka bertindak secara lokal, dekat situs mereka sintesis, dan mereka. dimetabolisme sangat cepat. Fitur lain yang tidak biasa adalah bahwa prostaglandin yang sama bertindak berbeda pada jaringan yang berbeda.
6.    Glukokortikoidtid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium( Frandson, 2003). Kelenjar Adrenal/Suprarenal/Anak Ginjal. Kelenjar ini berbentuk bola yang menempel pada bagian atas ginjal. Di setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenal yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian luar(korteks)dan bagian dalam (medula). Salah satu hormon yang dihasilkan yaitu hormon adrenalin yang berfungsi mengubah glikogen menjadi glukosa. Hormon adrenalin bekerja berlawanan dengan hormon insulin. Walaupun bekerja berlawanan tapi tujuannya sama, yaitu untuk mengatur kadar gula dalam darah tetap stabil.

6.  Gangguan Proses Eliminasi
a.    Gangguan eliminasi urine
Klien yang memiliki masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam aktivitas berkemihnya. Gangguan ini diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandungan kemih, adanya obstruksi pada aliran urine yang mengalir keluar, atau ketidakmampuan mengontrol berkemih secara volunter. Beberapa klien dapat mengalami perubahan sementara atau permanen dalam jalur normal ekskresi urine. Klien yang menjalani diversi urine memiliki masalah khusus karena urine keluar melalui sebuah stoma (Potter&Perry, 2005:1686).

Gejala Umum pada Perubahan Perkemihan
1.    Urgensi, merasakan kebutuhan untuk segera berkemih. Penuhnya kandung kemih, iritasi atau radang kandung kemih akibat infeksi, sphincter uretra tidak kompeten, stres psikologis.
2.    Disuria, merasa nyeri atau sulit berkemih karena peradangan kandung kemih, trauma atau inflamasi sphincter uretra
3.    Frekuensi meningkat, berkemih dengan sering radang pada kandung kemih, peningkatan tekanan pada kandung kemih (kehamilan, stres psikologis)
4.    Keraguan berkemih, sulit memulai berkemih, pembesaran prostat, ansietas, edema uretra
5.    Poliuria, mengeluarkan sejumlah besar urine, asupan cairan berlebihan, diabetes melitus atau insipidus, penggunaan diuretik, diuresis pascaobstruktif
6.    Oliguria, pengeluaran urine menurun dibandingkan cairan yang masuk (biasanya kurang dari 400 ml dalam 24 jam) dehidrasi, gagal ginjal, ISK, peningkatan sekresi ADH, gagal jantung kongestif
7.    Nokturia, berkemih berlebihan atau sering pada malam hari, asupan cairan berlebihan sebelum tidur (terutama kopi atau alkohol), penyakit ginjal, proses penuaan
8.    Dribling (urine yang menetes), kebocoran/rembesan urine walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urine, stres inkontinensia, overflow akibat retensi urine
9.    Hematuria, terdapat dalah dalam urine, neoplasma pada ginjal atau kandung kemih, penyakit glomerulus, infeksi pada ginjal atau kandung kemih, trauma pada struktur perkemihan, diskrasia darah
10. Retensi Urine, akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai ketidakmampuan kandung kemih untuk benar mengosongkan diri, obstruksi uretra, inflamasi pada kandung kemih, penurunan aktivitas sensorik, kandung kemih neurogenik, pembesaran prostat, setelah tindakan anestesi, efek samping obat-obatan
11. Residu Urine, volume urine tersisa setelah berkemih (volume 100 ml atau lebih), inflamasi atau iritasi mukosa kandung kemih akibat infeksi, kandung kemih neurogenik, pembesaran prostat, trauma atau inflamasi uretra

b.  Gangguan eliminasi sisa pencernaan
Gangguan pada eliminasi sampah digestif atau sisa pencernaan menurut Potter & Perry (2005:1746), sebagai berikut:
1.    Konstipasi, merupakan gejala penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorbsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melunasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum.
2.    Impaksi, akibat dari konstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang tidak dapat diluarkan. Tanda impaksi yang jelas ialah ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari walaupun terdapat keinginan berulang untuk melakukan defekasi.
3.    Diare, peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk. Diare adalah gejala gangguan yang memengaruhi proses pencernaan, absorpsi, dan sekresi di dalam saluran GI. Isi usus terlalu cepat keluar melalui usus halus dan kolon sehingga absorbsi cairan yang biasa tidak dapat berlangsung. Iritasi di salam kolon dapat menyebabkan peningkatan sekresi lendir. Akibatnya, feses menjadi lebih encer sehingga klien menjadi tidak mampu mengontrol keinginan untuk defekasi.
4.    Inkontinensia, ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus. Kondisi fisik yang merupakan fungsi atau kontrol sphincter anus dapat menyebabkan inkontinensia. Kondisi yang membuat seringnya defekasi, feses encer, volumenya banyak, dan feses mengandung air juga mempredisposisi individu untuk mengalami inkontinensia.
5.    Flatulen, penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri, dan kram. Dalam kondisi normal, gas dalam usus keluar melalui mulut (bersendawa) atau melalui anus (pengeluaran flatus). Namun, jika ada penurunan motilitas usus akibat penggunaan opiat, agens anestesi umum, bedah abdomen, atau imobilisasi, flatulen dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan distensi abdomen dan menimbulkan nyeri yang terasa sangat menusuk.
6.    Hemoroid, vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rektum. Ada dua jenis hemoroid, yakni hemoroid internal atau hemoroid eksternal. Hemoroid eksternal terlihat jelas ebagai penonjolan kulit, apabila lapisan vena mengeras, akan terjadi perubahan warna menjadi keunguan. Hemoroid internal memiliki membran mukosa di lapisan luarnya. Peningkatan tekanan vena akibat mengedn saat defekasi, selama masa kehamilan, pada gagal jantung kongestif, dan penyakit hati kronik dapat menyebabkan hemoroid.

7. Proses Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
    
     Pengkajian.
1.Pola defekasi dan keluhan selama defekasi.
Pengkajian ini antar lain : bagaimana pola defekasi dan keluhannya selama defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar, sedangkan  pada bayi sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah 150 g.

2.Keadaan feses, meliputi :

No.
Keadaan
Normal
Abnormal
Penyebab
1.
Warna.
Bayi: kuning.
Putih,hitam/tar, atau merah.
Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluaran cerna bagian cerna.
Dewasa: coklat.
Pucat berlemak.
Malabsorpsi lemak.
2.
Bau.
Khas feses dan dipengaruhi oleh makanan .
Amis dan perubahan bau.
Darah dan infeksi.
3.
Konsistensi.
Lunak dan berbentuk.
Cair.
Diare dan absorpsi kurang.
4.
Bentuk.
Sesuai diameter rectum.
Kecil,bentuknya seperti pensil.
Obstruksi dan peristaltic yang cepat.
5.
Konstituen
Makanan yang tidak dicerna, bakteri yang mati, lemak, pimen, empedu, mukosa usus, air.
Darah,pus,benda asing,mukus, atau cacing.
Internal bleeding, infeksi, tertelan benda ,iratasi atau inflamasi.

3.Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi.
Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi antara lain perilaku atau kebiasaan defekasi, diet,pola makan sehari-hari, aktivitas, penggunaan obat, stress, fekasi, diet,pola makan sehari-hari, aktivitas, penggunaan obat, stress, pembedahan atau penyakit menetap, dn lain-lainnya.
4.Pemeriksaan fisik.                                
Pemeriksaan fisik meliputi keadaa abdomen seperti ada atau tindaknya distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltic, adanya massa pada perut, dantenderess.kemudian , pemeriksaan rektum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya tanda imflamasi, seperti perubahan warna, lesi, fistula, hemorrhoid.

Diagnosis Kepeawatan.
1) Konstipasi berhubugan dengan : penurunan respons berdefekasi, defek persyarafan, kelemahan pelvis, imobilitas akibat cedera medulla spinalis, dan CVA.
2) Konstipasi kolonik berhubunga dengan : penurunan laju metabolisme akibat hipotiroidime atau hipertiroidisme.
3) Konstipasi dirasakan berhubungan degan : penilaian salah akibat penyimpangan susunan syaraf pusat, depresi, kelainan obsesif kompulsif dan kurangnya informasi akibat keyakinan budaya.
4) Diare berhubugan dengan : peningkatan peristaltik akibat peningkatan metabolisme  stres psikologis.
5) Ikontinensia usus berhubungan dengan : gagguan sfigter rectal akibat cedera rectum atau tindakan pembedahan,distensi rectum akibat konstipasi kronis.
6) Kurangnya volume berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare).

Perencanaan atau intervesi keperawatan.
Tujuan :
1)      Memahami arti eliminasi secara normal.
2)      Mempertahankan asupa makanan dan minuman cukup.
3)      Membantu latihan secara teratur.
4)      Mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur .
5)      Mempertahankan defekasi secara normal.
6)      Mencegah gagguan integritas kulit.
Rencana Tindakan :
1) Kaji perubahan faktor yang memengaruhi masalah eliminasi alvi.
2) Kurangi faktor yang  memengaruhi terjadinya masalah seperti :
a. Konstipasi secara umum :
·   Membiasakan pasien untuk buang air secara teratur,misalnya pergi ke kamar mandi satu jam setelah makan pagidan tinggal di sana sampai ada keinginan untuk buang air.
·   Meningkatkan asupan cairan dengan banyak  minum.
·   Diet yanag seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat.
·   Melakukan latihan fisik, misalya melatih otot perut
·   Mengatur  posisi yang baik untuk buang air besar,sebaiknya posisi duduk dengan lutut melentur agar otot punggung dan perut dapat membantu prosesnya.
·   Anjurkan agar tidak memaksakan diri dalam buang besar.
·   Berikan obat laksantif, misalnya Dulcolax atau jenis obat supositoria.
·   Lakukan enema (huknah).
b.   Konstipasi akibat nyeri :
·   Tingkatkan asupan cairan.Diet tinggi serat.
·   Tingkatkan latihan setiap hari .
·   Berikan pelumas di sekitar anus untuk mengurangi nyeri.
·   Kompres dingin sekitar anus untuk mengurangi rasa gatal.
·   Rendam duduk atau mandi di bak dengan air hangat (43-46 derajat celcius,selama 15menit) jika nyeri hebat.
·   Berikan pelunak feses.Cegah duduk lama apabila hemoroid, dengan cara berdiri tiap 1 jam kurang lebih 5-10 menit untuk menurunkan tekanan .
c.    Konstipasi kolonik akibat perubahan gaya hidup.
·   Berikan stimulus untuk defekasi, seperti mium kopi atau jus.Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila memungkinkan .
·   Gunakan kamar mandi daripada pispot bila memungkinkan.
·   Ajarkan latihan fisik dengan memberikan ambulasi, latihan rentang gerak, dan lain-lain.
·   Tingkatkan diet tinggi serat seperti buah dan sayuran.
d.   Inkontinensia Usus.
·   Pada waktu tertentu , setiap 2 atau 3 jam, letakkan pot di bawah pasien.
·   Berikan latihan buang air besar dan anjurkan pasien untuk selalu berusaha latihan.
·   Kalau inkontinensia hebat, diperlukan adanya pakaian dalam yang lembab, supaya pasien dan sprei tidak begitu kotor.
·   Pakai laken yang dapat dibuang dan menyenangkan untuk dipakai .
·   Untuk mengurangi rasa malu pasien, perlu didukung semangat pengertian perawatan khusus.
3). Jelaskan mengenai eliminasi yang normal kepada pasien.
4). Pertahankan asupan makanan dan minuman .
5). Bantu defekasi secara manual.
6). Bantu latihan buang air besar, dengan cara :
a)   Kaji pola eliminasi normal dan cacat waktu ketika inkontinensia terjadi.
b)   Pilih waktudefekasi untuk mengukur kontrolnya.
c)   Berikan obat pelunak feses (oral) setiap hari atau katartik supositoria setengah jam sebelum waktu defekasi ditentukan.
d)  Anjurkan pasien untuk minum air hangat atau jus buah sebelum waktu defekasi.
e)   Bantu pasien ke toilet ( program ini kurang efektif jika pasien menggunakan pispot ).
f)    Jaga privasi pasien dan batasi waktu defekasi ( 15-20 menit).
g)   Intruksikan pasien untuk duduk di toilet, gunakan tangan untuk menekan perut terus ke bawah dan jangan mengedan untuk merangsang pengeluaran feses.
h)   Jangan dimarahi ketika pasien tidak mampu defesika.
i)     Anjurkan makan secara teratur dengan asupan air anserat yangadekuat.
j)     Pertahankan latihan secara teratur jika fisik pasien mampu.

Evaluasi Keperawatan.
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi alvi dapat dinilai dengan adanya kemampuan dalam :
1)      Memahami cara eliminasi yang normal.
2)      Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam merencanakan pola makan,seperti makan dengan tinggi atau rendah serat ( tergantung dari tendensi diare atau konstipasi serta mampu minum 2000-3000 ml).
3)      Melakukan latihan secara teratur ,seperti rentang gerak atau aktivitas lain (jalan, berdiri, dan lain-lain).
4)      Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kemampuan pasien dalam mengontrol defekasi tanpa bantuan obat atau enema,berpartisipasi dalam program latihan secara teatur.
5)      Mempertahankan nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam kemampuan defekasi, tidak terjadi bleeding,tidak terjadi inflamasi, dan lain-lain.
6)      Mempertahankan  integritas kulit yang ditunjukkan dengan keringnya area perianal, tidak ada inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dan lain-lain.

8. Rumus Balance Cairan
Inteake / cairan masuk = Output / cairan keluar + IWL (Insensible Water Loss)
Intake / Cairan Masuk :  mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam makanan pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat yang di drip, albumin dll.
Output / Cairan keluar : urine dalam 24 jam, jika pasien dipasang kateter maka hitung dalam ukuran di urobag, jka tidak terpasang maka pasien harus menampung urinenya sendiri, biasanya ditampung di botol air mineral dengan ukuran 1,5 liter, kemudian feses.
IWL (insensible water loss(IWL) : jumlah cairan keluarnya tidak disadari dan sulit diitung, yaitu jumlah keringat, uap hawa nafas.
RUMUS IWL
IWL = (15 x BB )
             24 jam
Cth:   Tn.A BB 60kg dengan suhu tubuh 37C (suhu normal)
IWL = (15 x 60 )  = 37,5 cc/jam
             24 jam

*dlm 24 jam —-> 37,5 x 24 = 900cc/24 jam
*Rumus IWL Kenaikan Suhu
[(10% x CM)x jumlah kenaikan suhu]  + IWL normal
                           24 jam
Cth:  Tn.A BB 60kg, suhu= 39C, CM= 200cc
IWL = [(10%x200)x(39C-37C)] + 37,5cc
                           24 jam
         = (20×2) + 37,5cc
               24
            = 1,7 + 37,5 = 39cc/jam
*CM : Cairan Masuk
Menghitung balance cairan seseorang harus diperhatikan berbagai faktor, diantaranya Berat Badan dan Umur..karena penghitungannya antara usia anak dengan dewasa berbeda.
Menghitung balance cairanpun harus diperhatikan mana yang termasuk kelompok Intake cairan dan mana yang output cairan.
Berdasarkan kutipan dari Iwasa M. Kogoshi S (1995) Fluid Therapy do  (PT. Otsuka Indonesia) penghitungan wajib per 24 jam bukan pershift.